Pagi dimusim
hujan pertama kali aku berjumpa dengan gadis anggun itu. Parasnya yang menggoda
mata seimbang dengan senyum dan tawa yang renyah. Dari seragamnya aku lihat dia
se SMA denganku.
“orin.. dari
sepuluh soal matem itu.. aku Cuma bisa nggarap 2 coba” gadis itu menganggap ketidakbisaanya
sebagai kepolosan, mengajak sahabatnya memulai cerita.
Aku yang saat
itu berdiri tepat disamping bangkunya dipojok
belakang ikut tersenyum simpul. Mulai saat itu aku intens
memperhatikannya. Ingin sekali aku menanyakan namanya, mengajaknya belajar
kelompok atau sekedar ngobrol sekejap. Tapi mataku terlalu pemalu untuk membaca
bahasa matanya. Sering kali saat mataku sembunyi sembunyi menyapanya, matanya
melirik seketika. Dag dig dug.. aku tak berani membalasnya lagi. Kami seakan
berbicara lewat mata, yang aku sendiri belum bisa mengejanya secara sempurna.
Tapi gadis itu tetap seperti dulu, seperti saat pertama aku menemukan wajahnya
di bus kota. Tetap berlalu begitu saja, tanpa senyum.
Aku selalu
sabar mengendalikan geloraku. Mencoba menyapanya lewat mimpiku. Memang beberapa
kali dia sempat menghadiri mimpi, bahkan
aku merasa sangat dekat denganya dalam mimpi.
Pagi itu
mungkin hari terakhirku melihatnya dalam bus kota ini, seperti biasa dia duduk
dibangku belakang bersama sahabatnya, dan aku berdiri tepat disebelahku. Hari
ini sedikit berbeda, dia seakan menyadari kehadiranku. Yah padahal aku selalu
mencari kehadiranya, walaupun hadirku hampir tak terbaca. Hari ini sekolah
mengadakan acara perpisahan. Anak kelas XII termasuk aku harus menikmati moment
moment ini.
Halte 08 tempat
aku dan gadis itu biasa turun masih 10 menit lagi. Sopir mengerem kemudi di
halte 07. Seorang ibu tua bersama bayinya masuk. Ibu itu kelihatan mencari
singasana kosong. Namun sudah penuh. Yang tak kuduga, gadis dibangku paling
belakang itu meninggalkan bangkunya dan menyuruh si ibu duduk. Sungguh mulia
hatinya seanggun pesonanya. Entah mengapa kali ini aku mampu tersenyum tepat
kepada gadis itu, senyumku terbalas. Hatiku senang tidak karuan. Detik detik
menyenangkan itu segera berlalu. Sampai akhirnya Aku turun di halte 08,
tentunya gadis itu ikut turun bersamaku.
Hari ini aku
pulang sore, tepatnya selepas acara perpisahan selesai. Gadis itu terus
membayang dikepalaku. Terus berkeliling bahkan bukan lagi karena ayunya, karena
pesonanya atau bahkan kebaikannya. Tapi karena kenyataan yang baru kudapatkan.
Dia Naomi gadis manis kepunyaan Reihan, sahabat masa kecilku. Mulai saat ini
aku berjanji untuk tidak menggangunya lagi dengan pengamatan rahasia atau
bahkan sekedar pandangan kecil dalam buskota. Aku bisa melupakanya, setidaknya
untuk beberapa saat ini
ckckck ..
ReplyDelete