yo prokonco
dolenen ing njobo…padang wulan wulane koyo rino…rembulane sing
awe-awe
ngelingake aja
pada turu sore
Angin
gunung meniup rambut, mencitra suasana sejuk sejati. Rahma tinggal disini,
tempat asri permadani negeri. Bintang begitu terang mala mini, Aldebaran sang
pemimpin bintang tersenyum dari atas. Rahma memandangnya, tapi enggan
tersenyum. Ia lalu mencari posisi nyaman di dipan lansia di kamarnya. Tangan kanan
ia dekapkan diperut dan badan ia miringkan. Mencari posisi nyaman. Matanya
terpejam, sedetik kemudian hidupnya tak lagi terjaga. Ia lalu tiba dipantai
kapuk..
“ndo..ndo..
kamu sudah siap?” sergap wanita tua yang sudah taka sing lagi dalam hidupnya.
“inggih
bu sekedap malih” jawab rahma dari dalam kamar.
“
kowe loh ndok, sudah ibu bilangin hari ini kita ziarah ke makamnya Eyang
Dulkasan koh ya”
“inggih
bu, niki sampun” jawab gadis hitam manis itu sembari berjalan menuju ibunya.
“loh
ndo, kita mau ke makam, bukannya mau kencan. Dandan kok ayu tenan, pantes lama”
jawab ibunya menyinggung, padahal senang dalam hatinya. Sebab anak gadisnya
beranjak dewasa. Mekar bak sekuntum bunga yang tumbuh ditanah lembab. Rupanya yang
elok begitu ia banggakan.
Gadis
didepannya hanya tersipu malu,. Senyum mengembang. Sorot matanya yang bulat
ikut mempertegas keayuannya. Dengan rok model span yang menutup kaki jenjangnya
dipadu dengan batik panjang sebagai atasan semakin memancarkan aura keayuan.
…………………………..
Matahari
tepat diatas kepala, teriknya menyeringai masuk ke setiap sudut mata.
Dikompleks
pemakaman kramat itu seorang bapak tua mulai memimpin doa. Mulutnya sibuk
membaca doa-doa didepan gundukan tanah dan nisan berselambu putih yang
sepertinya sudah lansia. Jasad yang disimpan bumi juga sudah lenyap dan
bercampur dengan tanah.
Ada
sekumpulan orang disana, tapi hanya satu yang terlihat muda, Rahma. Tangannya berpangku
memanjat doa, mengamini doa yang dia sendiri tidak yakin artinya. Disebelahnya wanita
dengan kerudung sederhana mencolek tangan Rahma ditengah doa.
“ayo
ndo.. berdoa supaya diberi jodoh yang baik”. Rahma menyipit, tapi dalam hati ia
membenarkan kata Ibu tercintanya. Matanya terpejam, mulutnya komat kamit
membaca doa.
bersambung…